Umat manusia akan meninggalkan
abad ke-20 dan memasuki abad ke-21. Merupakan hal yang normal dan wajar apabila
terdapat sementara orang yang bersikap optimis menghadapi kabar baru karena
keyakinan dengan daya nalar, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dikuasainya,
manusia akan mampu menghadapi masa depan dengan segala permasalahan,
ketidakpastian, tantangan, dan bahkan ancaman. Sebaliknya, tidak perlu heran
apabila sebagian umat manusia diliputi oleh rasa pesimis menghadapi era baru,
karena pengamatan dan pengalaman mereka yang menunjukan bahwa umat manusia
tidak henti-henti nya dilanda krisis yang timbul dan seolah-olah diluar
kemampuan manusia untuk mengatasianya, Kenyataannya adalah bahwa abad baru itu
pasti tiba. Senang atau tidak, umat manusia akan hidup pada abad tersebut
dengan segala tantangan, permasalahan, ancaman merupakan conditio sine qua
non agar cara-cara yang paling tepat untuk mengahadapinya dapat dicari dan
peluang yang timbul dapat dimanfaatkan (Siagian, 2004 : 1-2).
A.
SOSOK
GURU ABAD KE – 21
Seorang guru yang mendidik pada saat ini, siap atau
tidak pasti akan berhadapan dengan yang namanya teknologi. Perkembangannya pun
sangat pesat, bulan ini HP merek A yang canggih, bulan depan ada lagi
merek B yang lebih canggih. Oleh karena itu, setiap pendidik harus mengikuti
perkembangan zaman dalam pembelajaran. Adapun perbedaan antara pembeajaran abad
20 dan abad 21 seperti tercantum pada tabel di bawah ini : (Anonim. 2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html).
Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai guru pada
abad ke-21, sebaiknya kita kenali dulu tentang arti dari sosok guru itu
sendiri. Menurut pandangan tradisional, guru adalah seorang yang berdiri di
depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut seorang ahli
pendidikan, “Teacher is a person who auses a person to know or able to
something or give a person knowledge or skill” (Nurdin, 2002 : 7).
Pribadi guru indonesia adalah ideal-typus
(gambaran yang dicita-citakan). Jadi guru di indonesia itu harus konsisten dan
konsekuen, tidak hanya didalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan
pengajar, akan tetapi juga di dalam membina dirinya dalam rangka makna
eksistensinya sebagai manusia di dunia ini, baik sebagai makhluk tuhan yang
berbudi, maupun yang berhayat dan bermasyarakat (Said, 1989 : 25).
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan
abad-abad sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala
bidang.pada abad ini, terutama bidang Information and Communication
Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin
sempit.Karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari
berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun
dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah
kapan saja dan di mana saja (Lahamuddin. 2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/).
Perubahan
paradigma pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru karena berbagai
informasi terkini senantiasa mengalir kepada siswa atas kerja keras yang
dilakukannya. Bahwa di luar itu ada media lain yang membantu siswa bukan
berarti peran guru harus ditiadakan.
Harus
diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi
satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi.
Meskipun demikian, perannya di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan,
khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif
terhadap anak didik. Oleh karena itu, pada hakekatnya guru itu dibutuhkan oleh
setiap orang dan semua orang sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang
ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru akan lebih tetap berperan sebagai
pendidik sekaligus berperan sebagai manager atau fasilitator pendidikan,
sehingga guru harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber
daya pendidikan agar supaya peserta didik dapat belajar secara produktif.
Abad 21
menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai konsekuensinya,
guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan semakin
tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam
mengemban tugas dan menjalankan profesinya.
Guru di
abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada
abad-abad sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut
:
1.
Memiliki semangat juang dan etos
kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketakwaan yang mantap.
2.
Mampu memanfaatkan iptek sesuai
tuntutan lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya.
3.
Berperilaku profesional tinggi dalam
mengemban tugas dan menjalankan profesi.
4.
Memiliki wawasan ke depan yang luas
dan tidak picik dalam memandang berbagai permasalahan.
5.
Memiliki keteladanan moral serta
rasa estetika yang tinggi.
6.
Mengembangkan prinsip kerja bersaing
dan bersanding (Anonim.
2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html).
Masih terkait dengan harapan-harapan
yang digayutkan di pundak setiap guru, Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI,
mengemukakan ada sembilan karakteristik citra guru yang diidealkan. Masing-
masing adalah : Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan
dan ketaqwaan yang mantap. Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan
padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek. Mampu belajar dan
bekerja sama dengan profesi lain. Memiliki etos kerja yang kuat. Memiliki
kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir. Berjiwa profesionalitas
tinggi. Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan nonmaterial. Memiliki
wawasan masa depan. Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu.
Untuk dapat berperilaku profesional
dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi maka terdapat lima faktor yang
harus senantiasa diperhatikan, yaitu :
1.
Sikap
keinginan untuk mewujudkan kinerja ideal
2. Sikap memelihara citra profesi
3. Sikap selalu ada keinginan untuk
mengejar kesempatan-kesempatan profesionalisme.
4. Sikap mental selalu ingin mengejar
kualitas cita-cita profesi
5.
Sikap
mental yang mempunyai kebanggaan profesi (Lahamuddin,
2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Kelima faktor sikap mental ini
memungkinkan profesionalisme guru menjadi berkembang.Karakter ideal serta
perilaku profesional tersebut tidak mungkin dapat dicapai apabila di dalam
menjalankan profesinya sang guru tidak didasarkan pada panggilan jiwa.
Menghadapi tantangan abad 21,
diperlukan guru yang benar-benar profesional. Susanto (2010 : http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/), memberikan ciri-ciri agar seorang
guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah : Memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang. Memiliki keterampilan untuk
membangkitkan minat peserta didik. Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kuat. Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan. Menguasai
subjek (kandungan kurikulum). Mahir dan berketrampilan dalam pedagogi
(pengajaran & pembelajaran). Memahami perkembangan murid-murid dan
menyayangi mereka. Memahami psikologi pembelajaran (cognitive psychology).
Memiliki kemahiran konseling
Cara pendidikan yang sebaik-baiknya
adalah cara pendidikan yang memungkinkan “sang anak” menghayati sendiri,
mengerjakan sendiri dan berbuat atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri. Cara
pendidikan yang “teoritis-verbalistis” semata-mata akan menghasilkan manusia
beo yang pandai menghafal, namun tidak pandai berbuat dan tidak pandai berani
(malu) untuk bertindak atas inisiatif sendiri dan atas tanggung jawab adalah
cara pendidikan yang sebaik-baiknya. Cara pendidikan yang menggunakan paksaan
dan ancaman atau menggunakan siasat suap, sogok, pujian, dan hadiah guna
mendapat hasil cepat dan maksimal, hanya menghasilkan orang munafik dan ambisius,
yakni orang yang berpura-pura dan mengejar-ngejar harta, tahta, dan kuasa, bila
perlu dengan mengorbankan rasa harga diri dan kedaulatan kepribadiannya. Cara
pendidikan yang sesamanya dan pengabdi dan ikhlas, secara jujur dan integre
adalah pnedidikan yang memberi kemerdekaan disertai tanggung jawab atas akibat
dan resiko kemerdekaan itu (Said, 1989 : 3).
A.
TANTANGAN GURU ABAD – 21
Profesi
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan,
kejuruan dan sebagainya). Profesional adalah bersangkutan dengan profesi,
memerlukan kepandaian, khusus untuk menjalakankannya dan mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukanya. Sedangkan profesionalisasi ialah proses membuat
suatu badan membuat suatu badan organisasi agar menjadi professional.
Jabatan
guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki guru harus bekerja secara
profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan
keahlian, dan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus. Guru
tentu telah mengikuti pendidikan keahlian melalui lembaga pendidikan. Keahlian
dalam pendidikan ditandai dengan diberikannya sertifikat atau akta mengajar
(Hamzah, 2008 : 42).
Menurut Nurdin, (2002 : 20), dari uraian diatas
tersirat tantangan-tantangan yang harus disambut, jika kita ingin
memprofesionalkan jabatan guru. Dengan kata lain bahwa hakikat keprofesionalan
jabatan guru/pekerjaan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan
pernyataan bahwa guru adalah jabatan/pkerjaan professional, meskipun pernyataan
ini dikeluarkan dalam bentuk peraturan resmi. Anonim (2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html) mengemukakan ada enam tahap
dalam proses profesionalisasi guru yakni sebagai beikut :
1.
Bidang
layanan ahli “unik” yang diselengarakan itu harus ditetapkan. Dengan adanya
surat keputusan Men-PAN No. 26/1989 berarti bidang ini dapat dikatakan telah
tercapai dan terpenuhi.
2.
Kelompok
profesi dan penyelenggara pendidikan pra jabatan yang mempersiapkan tenaga guru
yang professional.
3.
Adanya
mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program pendidikan
pra-jabatan yang mmenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya dan juga
memberikan pengakuan terhadap kelayakan program pendidikan pra-jabatan
penilaian yang tidak ditunjukkan terbatas pada gambaran statis masukan
instrumental yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara pendidikan pra-jabatan.
4.
Adannya
pengakuan mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan progam
pendidikan pra-jabatan yang memliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan (sertifikasi).
5.
Secara
perseorangan dan secara kelomppok bertanggung jawab penuh atas segala aspek
pelaksaan tugasnya, yakni dengan memanfaatkan segala keahliannya dalam
melaksanakan tugassnya.
6.
Kelompok
professional memiiki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi pra
anggota yang menjunjung tinggi nilai-nilai professional, disamping merupakan
sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan
perbuatan yang tidak sesuai dengan suaratan dan semangat kode etik tersebut.
Kemudian juga tahapan mengajar
yang harus dilalui oleh guru professional adalah “menyusun perencaan pengajaran
atau dengan kata lain disbut juga “mendesain program pengajaran”. Dalam
pengajaran dan melaksanakan proses
belajar dan menilai siswa, merupakan kegiatan yang harus saling berurutan dan
tidak terpisah satu sama lainnya.
Menurut Mulyana, (2004 : 226), menemukakan bahwa
seorang guru dalam mengahadapi tantangan diera globalssai ini, guru berperan
sebagai agen of change dalam pembaharuan pendidikan. Gagasan mengenai
pendidikan dalam perspektif global dengan sendirinya membutuhkan upaya yang
sungguh-sungguh dalam menata kembali keahlian professional guru. Anonim (2012 :
http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html) mencatat tiga syarat yang harus
memiliki guru dalam mengembangkan pendidikan yang memiliki perspektif global,
yaitu: kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan ketrmpilan peagogis. Tiga kemampuan terssebut dijelaskan
sebagai berikut :
Kemampuan konseptual berkenaaan
dengan peningkatan pengetaahun guru dalam konteks isu-isu global. Guru harus
belajar mengenai isu-isu, dinamika, sejarah dan nilai-nilai global aagar
memiliki ketrampilan mengampresiasi persamaan dan perbedaan budaya dalam
masyarakat dunia. Penguasan konseptual dalam tema perspektif global diyakini
Marryfield dapat menjadi pemicu (trigger) yang mencakup potensial global bagi
guru-guru dalm membangun suasana belajar yang dinamis agar siswa mampu merespo
isu-isu local dalam kaitanya dengan maslah lobal.
Syarat penting lainnya adalah
ketrampilan pedagogis yang hrus dimiliki guru dalam membimbing siswa kearah
kesadaran global, Marryfield mengartikan pedagogi dalam perspektif global yaitu
sebagai “the practice of teaching and learning globally oriented content in
ways that support diversity and social justice in a interconnected world”,
(Praktek belajar mengajar yang isinya bereriontasi global dalam cara mendukung
keadilan social dan keragaman dalam suatu tatanan hubungan saling terkait).
Dalam pengertian tersebut maka seorang guru harus memiliki metodologis dalam
mengajarkan wawasan global. Keahlian ini perlu didukung agar pengembangan
pengalaman, analisis, dan partisipasi siswa dalam kehidupan global dapat
berjalan efektif.
Kinerja mengajar tdak hanya
ditinjau dari bagaimana pengajar menyampaikan isi pelajaran. Ia harus tahu
bagaimana menghadapi peserta didik, membantu memecahkan masalah, mengelola
kelas, menata bahan ajar, menentukan kegiatan kelas, menyusun asesment belajar,
menentukan metode atau media, atau bahkan menjawab pertanyaan dengan bijaksana.
Satu hal yang jelas jika seorang pengajar hendak mengajar, maka ia diminta
untuk menyiapka satuan pelajaran (satpel) atau lesson plan. Penyeusunan satpel
terkait dengan rencana yang ia harus laksanakan sewaktu berada di ruang kelas.
Agar satpel tersusun baik, pengajaran perlu landasan berpikit atau bekal ilmu
yang mendukung penyusunan pelajaran tersebut. Dengan demikian menyusun satuan
pelajaran tidak hanya cukup mengikuti struktur atau lembar bakuyang telah
disediakan lembaga pendidikan. Jika seorang pelajar memahami akan hal-hal tadi,
kemungkinana besar ia dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif dan menarik.
Dan dapat menemukan inovasi dalam pembelajaran sehari-hari (Prawirdilangga.
2008 : 3).
Bila dibandingkan dengan zaman dahulu sekitar 40-50
tahun lalu, peran guru di zaman sekarang sudah amat berbeda. Dulu guru dianggap
sebagai orang yang banyak tahu, hingga masyarakat datang kepadanya, maka
sekarang guru melebur dalam masyarakat dan mengambil prakarsa secara proaktif
dalam kegiatan masyarakat dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam kegiatan
kemasyarakatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa guru sekarang tidak lagi duduk
di “singgasana” yang terhormat dan menikmati status kultural yang pada zaman
dahulu amat tinggi (Supriyadi, 1999 : 17).
Guru pada abad ke 20 merupakan masa
pancaroba. Dimana-dimana timbul penelitian-penelitian baru, baik di lapangan kesenian,
politik dan pandangan hidup, maupun yang berhubungan dengan hidup kejiwaan.
Tentulah hal itu berpengaruh pada perkembangan pedagogik. Berbagai teori turut
mempengaruhinya. Tidak mengherankan, kalau karenanya timbul berbagai aliran
dalam pedagogik (Djumhur, 1976 : 76).
Guru pada abad 21 dan abad selanjutnya
ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi dan
komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada abad ini harus
disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Susanto (2010
: http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/), terdapat 7 tantangan guru di abad
21, yaitu :
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki
beragam budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of
meaning, mengajar untuk
mengkonstruksi makna (konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru
mengenai kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas
Lebih lanjut, Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html) menambahkan tantangan guru di Abad 21
yaitu:
1.
Pendidikan
yang berfokus pada character building
2.
Pendidikan
yang peduli perubahan iklim
3.
Enterprenual
mindset
4. Membangun learning community
5.
Kekuatan
bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak (hard
skills- soft skills).
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut
adalah guru yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki
kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid (Djumhur, 1976 :
77).
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesioanal
sekurang-kurangnya meliputi :Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi
keilmuannya. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi. Menguasai
dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. Mengorganisasikan
materi kurikulum bidang studi. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
penelitian tindakan kelas
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya
meliputi: Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual (Barnawi, 2012 : 125). Memahami latar
belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam
konteks kebhinekaan budaya. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta
didik. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik (Barnawi, 2012 : 137). Menguasai
teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik. Mengembangkan
kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Merancang
pembelajaran yang mendidik. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran.
Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian
sekurang-kurangnya meliputi: Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa. Menampilkan diri sebagai pribadi yang
berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Memiliki
sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik. Mengevaluasi
kinerja sendiri. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi Sosial
Dalam kompetensi ini seorang guru harus
mampu : Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskrimintif, karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga
dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, simpatik dan santun
dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. Beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah republik indonesia. Berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk
lain (Wahyudi, 2012 : 36). Guru yang profesional selain memiliki empat
kompetensi tersebut di atas, menurut Supratno, (2010 : http://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-guru-sebagai-tenaga.html), memiliki ciri-ciri profesional
sebagai berikut. : Memiliki wawasan global holistik. Memiliki daya ramal ke
depan. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi. Memiliki kemampuan
bermasyarakat. Menguasai IPTEK. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan. Memiliki
akhlakul karimah. Memiliki keteladanan. Bekerja secara efisien dan
efektif. Menguasai bahasa asing.
Kekayaan bangsa kita adalah hasil dari
kualitas otak penduduknya kreafitas dan keterampilannya. Dengan perkataan lain,
aset terbaik kita adalah kemampuan kolektif kita untuk belajar cepat dan
beradaptasi secara cerdas dan terhadap situasi yang tidak bisa diramalkan.
Namun demikian, saat ini sistem sekolah kita masih memfokuskan perhatiannya
pada bagaimana memutuskan apa yang harus dipelajari anak-anak dan bagaimana mereka
harus berpikir. pada masa yang berubah sangat
cepat sekarang ini, yang harus menjadi prioritas utama kita adalah mengajar
anak-anak kita bagaimana cara belajar dan cara berfikir. Hanya dengan dua”
keterampilan super” inilah dapat mengatasi perubahan dan kompleksitas serta
menjadi manusia yang secara ekonomi tak tergantung dan tidak akan menganggur
pada abad ke-21 (Rose, 2003 : 13).
Menurut Neil Postman, melihat kenyataan
banyaknya persoalan pendidikan yang sangat menykitkan dan menyedihkan. Dan
menurut postman, pembahuruan pendidikan bisa dilakukan jika kita mengetahui
bagaimana seharusnya menyekolahkan kaum muda (Potman, 2001 : 20).
Disadari ataupun tidak, kirah
Pendidikan Nilai di Indonesia ini masih belum banyak menyentuh pemberdayaan dan
pencerahan kesadaran global. Persoalan global pendidikan yang masih terpakau
pada kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah dituntaskan.
B.
PERANAN GURU ABAD KE-21
Tuntutan dunia internasional terhadap
tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan. Guru diharapkan mampu dan dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan melaksanakan empat pilar
belajar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO (Commission on
Education for the “21” Century), merekomendasikan empat strategi dalam
menyukseskan pendidikan : Pertama learning to know, yaitu memuat
bagaimana pelajar mampu menggali informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan
informasi itu sendiri, Kedua, learning to be, yaitu pelajar diharapkan
mampu mengenali dirinya sendiri, serta mampu beradaptasi dengan ligkungannya, Ketiga,
learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang
berkaitan dengan sainstek, dan Keempat, learning to live together, yaitu
memuat bagaimana kita hidup di masyarakat yang saling bergantung antara yang
satu dengan yang lainnya, sehingga mampu bersaing secara sehat dan berkerja
sama serta menghargai orang lain. (Trianto, 2009 : 5)
Jika dicermati keempat pilar tersebut
menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara tekun dan harus mampu dan
mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan tersebut seorang guru
akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif. Dan seharusnya
kita tidak selalu berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi yang kita
pikirkan adalah hendaknya memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik untuk
di masa yang akan datang. Untuk mengatasi konsep pendidikan di masa lalu yang
dianggap kurang inovatif bagi kemajuan prestasi belajar peserta didik, maka
pada Abad ke-21 ini, telah dilakukan terobasan-terobosan baru, yaitu kaitannya
dengan adanya model-model pembelajaran modern. Dengan demikian, proses
pembelajaran akan lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam
merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat
meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. (Trianto, 2009 : 7-9)
1.
Guru tidak hanya menguasai ilmu
pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai proses. Dia harus memahami
disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of knowing.
Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai
epistimologi dari disiplin ilmu tersebut.
2.
Guru harus mengenal peserta didik
dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang dalam proses perkembangan,
baik cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional, maupun perkembangan
moralnya.
3.
Guru harus memahami pendidikan
sebagai proses pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem
evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi berbagai kemampuan,
nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai disiplin ilmu
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang
berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri
pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam
hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru
berperan sebagai : Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan. Wakil
masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu
menguasai bahan yang harus diajarkannya. Penegak disiplin, yaitu guru harus
menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin. Pelaksana administrasi
pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung
dengan baik. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi
pewaris masa depan. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk
menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada
masyarakat. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)
Di pandang dari segi diri pribadinya (self
oriented), seorang guru berperan sebagai :
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang
harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelajar dan ilmuwan, yaitu
seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan
penguasaan keilmuannya. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta
didik bagi setiap peserta didik di sekolah. Model keteladanan, artinya guru
adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik. Pemberi
keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa
aman berada dalam didikan gurunya. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)
Dari sudut pandang secara psikologis,
guru berperan sebagai :
Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang
yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik. Seniman dalam hubungan antarmanusia (artist in
human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan
menciptakan suasana hubungan antarmanusia, khususnya dengan para peserta didik
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembentuk kelompok (group builder),
yaitu mampu membentuk atau menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara
untuk mencapai tujuan pendidikan. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru
merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat
suatu hal yang baik. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker),
artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta
didik. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)
C. KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN KEPENDIDIKAN ABAD KE-21
Pendidikan
merupakan salah satu sarana modernisasi kehidupan masyarakat. Maka dari itu
pemerintah memberikan perhatian pada bidang pendidikan. Setiap tahun pemerintah
selalu kecil menyiapkan sejumlah anggaran untuk pembangunan, pembinaan, dan
pegembangan bidang pendidikan, khususnya dibidang pendidikan formal dan non
formal. Besar kecilnya alokasi anggaran
untuk bidang pendidikan selalu disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan
pemerintah sebagai slah satu komponen penyelengara pendidikan. Lahamuddin (2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Di
dalam abad 21 ini, pemerintah harus meningkatkann pendidikan dengan mengetahui
seberapa banyak pendidikan formal yang dibutuhkan dan bagaimana perbandingan
yang ideal antara jumlah pendidikan tingkat dasar, menengah dan pendidikan
tinggi serta jenis sekolah umum dan sekolah kejuruan.
Yang
dimaksud dengan seberapa banyak pendidikan formal yang dibutuhkan menyangkut
masalah jumlah sekolah diberbagai tingkat dan jenis pendidikan dikaitkan dengan
dana yang tersedia dalam anggaran blanja pemerintah untuk bidang pendidikan.
Tujuannya agar dana itu dapat dipergunakan secara efesien dan efektif dalam
upaya meingkatkan kecerdasan hidup bangsa.
Dalam
buku Konvensi Nasional Pendidikan (1994 : 1-5) Lain daripada itu kiranya perlu
dipirkan suatu kebijaksanaan tentang perbandingan yang ideal anatara berapa
jumlah SD, jumlah sekolah menengah dan jumlahPerguruan Tinggi. Hal ini
dimaksudkan agar out put dari masing-masing tingkat pendidikan itu diperhitungkan.
Selanjutnya kita prlu memberikan perhatin pada pendidikan tinggi, yang termasuk
dalam lingkup pendidikan tinggi adalah : Universitas, Institut, Sekolah Tinggi
dan Akademi. Penyelengara pendidikan tinggi adalah pemerintah dan badan lembaga
swasta. Disamping 45 Universitas Negeri yang terbesar disleuruh wilayah tanah
air, juga terdapat sekitar 1.000 lebih Univrsitas, Institut, Sekolah Tinggi dan
Akademi yang dikelola oleh badan-badan swasta. Lahamuddin
(2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Bila
kita teliti mulai dari masyarakat dan kebudayaan yang sederhana, maka
lembaga-lembaga pendidikan itu meliputi
:
1.
Keluarga
atau rumah tangga atau orang tua, sebagaimana wujud kehidupan sosial yang
asasai, sebagai unit kehidupan bersama manusia yang terkecil. Keluarga, adalah
lembaga kehidupan yang asasi dan alamiah, yang pasti secara alamiah dialami
oleh kehidupan seorang manusia.
2.
Masyarakat,
yakni lingkungan sosial yang ada di sekitar keluarga itu : kampung, desa, marga
ataupun pulau.
Akhirnya
seiring berjalannya perkembangan kebudayaan manusia, kedua lembaga ini
mengalami perubahan, menjadi tiga yaitu : lembaga keluarga, lembaga sekolah,
dan lembaga masyarakat. Berdasarkan realitas dan peranan ketiga lembaga ini,
maka para ahli pendidikan Indonesia Dr. Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga
lembaga ini sebagai tripusat pendidikan. Artinya, ketiga lembaga tersebut
sangat bertanggung jawab bagi generasi mudanya. Kemudian asas ini dijadikan
kebijakan negara kita yang termuat dalam GBHN tahun 1978 yang menetapkan
prinsip pendidikan. Yang berbunyi :“ Pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena
itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah “ ( Syam, 1981 : 12-14).
Pada
hampir semua institusi sekolah di manca negara, upaya ke arah perbaikan mutu
pembelajaran itu terus dilakukan, antara lain dengan mentransfer pengalaman
disektor proses fabrikasi ke dalam prilaku pengajaran dan pembelajaran. Sebagai
sebuah paradigma, aplikasi proses fabrikasi dalam kegiatan pembelajaran
setidaknya memiliki 4 ciri, yaitu : Prinsip-prinsip pendidikan harus independen
dan menekankan pada pembelajaran aktual. Independen mengandung makna bahwa guru
dan anak didik harus bebas dari tekanan eksternal, yang dapat mengganggu
kreativitas mereka. Proses pembelajaran dijalankan (undertaken) dengan
menerapkan pola-pola konkrit, dalam makna mengedepankan mereka untuk tahu. Jumlah
sesi pengajaran perlu dialokasikan sebangak mungkin untuk mendorong
prinsip-prinsip konsistensi pengajaran aktual. Perolehan pembelajaran harus
diuji di masyarakat yang bermutu dengan pola fabrikasi diatas menuntut hukuman
kemampuan manajemen pendidikan sebagai pilar utamanya (Danim, 2003 : 55).
DAFTAR PUSATAKA
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika
& Profesi Kependidikan. Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA
Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan
Sistem Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
Djumhur, 1976. Buku Pelajaran Sejarah
Pendidikan. Bandung : CV Ilmu
Hamzah, 2008. Profesi Kependidikan.
Jakarta : Bumi Aksara
Konvensi Nasional Pendidikan. 1994. Kurikulum
Untuk Abad 21. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasi
Nilai-Nilai Pendidikan. Bandung : Alfabeta CV
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional:
Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung : Rosda
Nurdin, Syafrudin. 2002. Guru Berprofesional
Dan Implementasi. Jakarta : Ciputat
Pers
Nurdin, syarifuddin. 2002. Guru Profesional
& Implementasi Kurikulum. Jakarta : Ciputat Press
Potman, Neil. 2001. Matinya Pendidikan
Redefinisi Nilai-Nilai Sekolah. Yogyakarta : Jendela
Prawirdilangga, Dewi Salma. 2008. Prinsip
Desain Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Rose, Colin. 2003. Accelerated Learning.
Bandung : Yayasan Nuansa Cendekia
Said, Mohamad. 1989. Masalah Pendidikan
Nasional. Jakarta : CV HAJI MASAGUNG
Saondi, Ondi. 2012. Etika Profesi Keguruan.
Bandung : PT Refika Aditama
Siagian, Sondang. 2004. Manajemen Abad 21.
Jakarta : Bumi Aksara
Supriyadi Dedi, 1999. Mengangkat Citra Dan
Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Syam, M. Noor, dkk. 1981. Pengantar
Dasar-Desar Pendidkan. Surabaya : Usaha Nasional
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Predana Media Group
Wahyudi, Imam. 2012. Mengejar
Profesionalisme Guru. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Yamin, Martinis. 2007. Sertifikasi Profesi
Keguruan Di Indonesia. Jakarta : Gaung Persada Press
Anonim (2012) Tantangan Profesi Guru Di Era
Globalisasi. (Tersedia) : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul
: 14 : 00 WIB.
Supratno, Haris (2010) Tantangan Guru Sebagai Tenaga
Profesional. (Tersedia) : http://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-guru-sebagai-tenaga.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012,
Pukul : 14 : 00 WIB.
Febryani, Yoeyhan (2012) Guru Abad 21. (Tersedia) : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
Lahamuddin, Basri (2011) Guru
Abad ke-21. (Tersedia) : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/), Diakses pada tanggal 17 Februari 2012,
Pukul : 14 : 00 WIB.
Sutamto (2010) Tantangan Guru
pada Abad Ke-21. (Tersedia) : http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
nice share , mampir juga ya di di gubuk kami
BalasHapus