Rabu, 11 September 2013

GURU ABAD ke-21

Umat manusia akan meninggalkan abad ke-20 dan memasuki abad ke-21. Merupakan hal yang normal dan wajar apabila terdapat sementara orang yang bersikap optimis menghadapi kabar baru karena keyakinan dengan daya nalar, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dikuasainya, manusia akan mampu menghadapi masa depan dengan segala permasalahan, ketidakpastian, tantangan, dan bahkan ancaman. Sebaliknya, tidak perlu heran apabila sebagian umat manusia diliputi oleh rasa pesimis menghadapi era baru, karena pengamatan dan pengalaman mereka yang menunjukan bahwa umat manusia tidak henti-henti nya dilanda krisis yang timbul dan seolah-olah diluar kemampuan manusia untuk mengatasianya, Kenyataannya adalah bahwa abad baru itu pasti tiba. Senang atau tidak, umat manusia akan hidup pada abad tersebut dengan segala tantangan, permasalahan, ancaman merupakan conditio sine qua non agar cara-cara yang paling tepat untuk mengahadapinya dapat dicari dan peluang yang timbul dapat dimanfaatkan (Siagian, 2004 : 1-2).
A.     SOSOK GURU ABAD KE – 21
Seorang guru yang mendidik pada saat ini, siap atau tidak pasti akan berhadapan dengan yang namanya teknologi. Perkembangannya pun sangat pesat, bulan ini HP merek A yang canggih, bulan depan ada lagi  merek B yang lebih canggih. Oleh karena itu, setiap pendidik harus mengikuti perkembangan zaman dalam pembelajaran. Adapun perbedaan antara pembeajaran abad 20 dan abad 21 seperti tercantum pada tabel di bawah ini : (Anonim. 2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html).
Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai guru pada abad ke-21, sebaiknya kita kenali dulu tentang arti dari sosok guru itu sendiri. Menurut pandangan tradisional, guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut seorang ahli pendidikan, “Teacher is a person who auses a person to know or able to something or give a person knowledge or skill” (Nurdin, 2002 : 7).
Pribadi guru indonesia adalah ideal-typus (gambaran yang dicita-citakan). Jadi guru di indonesia itu harus konsisten dan konsekuen, tidak hanya didalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar, akan tetapi juga di dalam membina dirinya dalam rangka makna eksistensinya sebagai manusia di dunia ini, baik sebagai makhluk tuhan yang berbudi, maupun yang berhayat dan bermasyarakat (Said, 1989 : 25).
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin sempit.Karena kecanggihan  teknologi ICT  ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia  mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja (Lahamuddin. 2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/).
Perubahan paradigma pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru karena berbagai informasi terkini senantiasa mengalir kepada siswa atas kerja keras yang dilakukannya. Bahwa di luar itu ada media lain yang membantu siswa bukan berarti peran guru harus ditiadakan.
Harus diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian, perannya di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik. Oleh karena itu, pada hakekatnya guru itu dibutuhkan oleh setiap orang dan semua orang sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru akan lebih tetap berperan sebagai pendidik sekaligus berperan sebagai manager atau fasilitator pendidikan, sehingga guru harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya pendidikan agar supaya peserta didik dapat belajar secara produktif.
Abad 21 menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan semakin tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam mengemban tugas dan menjalankan profesinya.
Guru di abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada abad-abad sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Memiliki semangat juang dan etos kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketakwaan yang mantap.
2.      Mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya.
3.      Berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi.
4.      Memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak picik dalam memandang berbagai permasalahan.
5.      Memiliki keteladanan moral serta rasa estetika yang tinggi.
6.      Mengembangkan prinsip kerja bersaing dan bersanding (Anonim. 2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html).
Masih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundak setiap guru, Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan karakteristik citra guru yang diidealkan. Masing- masing adalah : Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap. Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek. Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain. Memiliki etos kerja yang kuat. Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir. Berjiwa profesionalitas tinggi. Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan nonmaterial. Memiliki wawasan masa depan. Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu.
Untuk dapat berperilaku profesional dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi maka terdapat lima faktor yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu :
1.      Sikap keinginan untuk mewujudkan kinerja ideal
2.      Sikap memelihara citra profesi
3.      Sikap selalu ada keinginan untuk mengejar kesempatan-kesempatan profesionalisme.
4.      Sikap mental selalu ingin mengejar kualitas cita-cita profesi
5.      Sikap mental yang mempunyai kebanggaan profesi (Lahamuddin, 2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Kelima faktor sikap mental ini memungkinkan profesionalisme guru menjadi berkembang.Karakter ideal serta perilaku profesional tersebut tidak mungkin dapat dicapai apabila di dalam menjalankan profesinya sang guru tidak didasarkan pada panggilan jiwa.
Menghadapi tantangan abad 21, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Susanto (2010 : http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/), memberikan ciri-ciri agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah : Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik. Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat. Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan. Menguasai subjek (kandungan kurikulum). Mahir dan berketrampilan dalam pedagogi (pengajaran & pembelajaran). Memahami perkembangan murid-murid dan menyayangi mereka. Memahami psikologi pembelajaran (cognitive psychology). Memiliki kemahiran konseling
Cara pendidikan yang sebaik-baiknya adalah cara pendidikan yang memungkinkan “sang anak” menghayati sendiri, mengerjakan sendiri dan berbuat atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri. Cara pendidikan yang “teoritis-verbalistis” semata-mata akan menghasilkan manusia beo yang pandai menghafal, namun tidak pandai berbuat dan tidak pandai berani (malu) untuk bertindak atas inisiatif sendiri dan atas tanggung jawab adalah cara pendidikan yang sebaik-baiknya. Cara pendidikan yang menggunakan paksaan dan ancaman atau menggunakan siasat suap, sogok, pujian, dan hadiah guna mendapat hasil cepat dan maksimal, hanya menghasilkan orang munafik dan ambisius, yakni orang yang berpura-pura dan mengejar-ngejar harta, tahta, dan kuasa, bila perlu dengan mengorbankan rasa harga diri dan kedaulatan kepribadiannya. Cara pendidikan yang sesamanya dan pengabdi dan ikhlas, secara jujur dan integre adalah pnedidikan yang memberi kemerdekaan disertai tanggung jawab atas akibat dan resiko kemerdekaan itu (Said, 1989 : 3).
A.     TANTANGAN GURU ABAD – 21
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya). Profesional adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian, khusus untuk menjalakankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukanya. Sedangkan profesionalisasi ialah proses membuat suatu badan membuat suatu badan organisasi agar menjadi professional.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki guru harus bekerja secara profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan keahlian, dan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus. Guru tentu telah mengikuti pendidikan keahlian melalui lembaga pendidikan. Keahlian dalam pendidikan ditandai dengan diberikannya sertifikat atau akta mengajar (Hamzah, 2008 : 42).
Menurut Nurdin, (2002 : 20), dari uraian diatas tersirat tantangan-tantangan yang harus disambut, jika kita ingin memprofesionalkan jabatan guru. Dengan kata lain bahwa hakikat keprofesionalan jabatan guru/pekerjaan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah jabatan/pkerjaan professional, meskipun pernyataan ini dikeluarkan dalam bentuk peraturan resmi. Anonim (2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html) mengemukakan ada enam tahap dalam proses profesionalisasi guru yakni sebagai beikut :
1.      Bidang layanan ahli “unik” yang diselengarakan itu harus ditetapkan. Dengan adanya surat keputusan Men-PAN No. 26/1989 berarti bidang ini dapat dikatakan telah tercapai dan terpenuhi.
2.      Kelompok profesi dan penyelenggara pendidikan pra jabatan yang mempersiapkan tenaga guru yang professional.
3.      Adanya mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada program pendidikan pra-jabatan yang mmenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya dan juga memberikan pengakuan terhadap kelayakan program pendidikan pra-jabatan penilaian yang tidak ditunjukkan terbatas pada gambaran statis masukan instrumental yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara pendidikan pra-jabatan.
4.      Adannya pengakuan mekanisme untuk memberikan pengakuan resmi kepada lulusan progam pendidikan pra-jabatan yang memliki kemampuan minimal yang dipersyaratkan  (sertifikasi).
5.      Secara perseorangan dan secara kelomppok bertanggung jawab penuh atas segala aspek pelaksaan tugasnya, yakni dengan memanfaatkan segala keahliannya dalam melaksanakan tugassnya.
6.      Kelompok professional memiiki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi pra anggota yang menjunjung tinggi nilai-nilai professional, disamping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan suaratan dan semangat kode etik tersebut.
Kemudian juga tahapan mengajar yang harus dilalui oleh guru professional adalah “menyusun perencaan pengajaran atau dengan kata lain disbut juga “mendesain program pengajaran”. Dalam pengajaran  dan melaksanakan proses belajar dan menilai siswa, merupakan kegiatan yang harus saling berurutan dan tidak terpisah satu sama lainnya.
Menurut Mulyana, (2004 : 226), menemukakan bahwa seorang guru dalam mengahadapi tantangan diera globalssai ini, guru berperan sebagai agen of change dalam pembaharuan pendidikan. Gagasan mengenai pendidikan dalam perspektif global dengan sendirinya membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dalam menata kembali keahlian professional guru. Anonim (2012 : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html) mencatat tiga syarat yang harus memiliki guru dalam mengembangkan pendidikan yang memiliki perspektif global, yaitu: kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan ketrmpilan  peagogis. Tiga kemampuan terssebut dijelaskan sebagai berikut :
Kemampuan konseptual berkenaaan dengan peningkatan pengetaahun guru dalam konteks isu-isu global. Guru harus belajar mengenai isu-isu, dinamika, sejarah dan nilai-nilai global aagar memiliki ketrampilan mengampresiasi persamaan dan perbedaan budaya dalam masyarakat dunia. Penguasan konseptual dalam tema perspektif global diyakini Marryfield dapat menjadi pemicu (trigger) yang mencakup potensial global bagi guru-guru dalm membangun suasana belajar yang dinamis agar siswa mampu merespo isu-isu local dalam kaitanya dengan maslah lobal.
Syarat penting lainnya adalah ketrampilan pedagogis yang hrus dimiliki guru dalam membimbing siswa kearah kesadaran global, Marryfield mengartikan pedagogi dalam perspektif global yaitu sebagai “the practice of teaching and learning globally oriented content in ways that support diversity and social justice in a interconnected world”, (Praktek belajar mengajar yang isinya bereriontasi global dalam cara mendukung keadilan social dan keragaman dalam suatu tatanan hubungan saling terkait). Dalam pengertian tersebut maka seorang guru harus memiliki metodologis dalam mengajarkan wawasan global. Keahlian ini perlu didukung agar pengembangan pengalaman, analisis, dan partisipasi siswa dalam kehidupan global dapat berjalan efektif.
Kinerja mengajar tdak hanya ditinjau dari bagaimana pengajar menyampaikan isi pelajaran. Ia harus tahu bagaimana menghadapi peserta didik, membantu memecahkan masalah, mengelola kelas, menata bahan ajar, menentukan kegiatan kelas, menyusun asesment belajar, menentukan metode atau media, atau bahkan menjawab pertanyaan dengan bijaksana. Satu hal yang jelas jika seorang pengajar hendak mengajar, maka ia diminta untuk menyiapka satuan pelajaran (satpel) atau lesson plan. Penyeusunan satpel terkait dengan rencana yang ia harus laksanakan sewaktu berada di ruang kelas. Agar satpel tersusun baik, pengajaran perlu landasan berpikit atau bekal ilmu yang mendukung penyusunan pelajaran tersebut. Dengan demikian menyusun satuan pelajaran tidak hanya cukup mengikuti struktur atau lembar bakuyang telah disediakan lembaga pendidikan. Jika seorang pelajar memahami akan hal-hal tadi, kemungkinana besar ia dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif dan menarik. Dan dapat menemukan inovasi dalam pembelajaran sehari-hari (Prawirdilangga. 2008 : 3).
Bila dibandingkan dengan zaman dahulu sekitar 40-50 tahun lalu, peran guru di zaman sekarang sudah amat berbeda. Dulu guru dianggap sebagai orang yang banyak tahu, hingga masyarakat datang kepadanya, maka sekarang guru melebur dalam masyarakat dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam kegiatan masyarakat dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa guru sekarang tidak lagi duduk di “singgasana” yang terhormat dan menikmati status kultural yang pada zaman dahulu amat tinggi (Supriyadi, 1999 : 17).
Guru pada abad ke 20 merupakan masa pancaroba. Dimana-dimana timbul penelitian-penelitian baru, baik di lapangan kesenian, politik dan pandangan hidup, maupun yang berhubungan dengan hidup kejiwaan. Tentulah hal itu berpengaruh pada perkembangan pedagogik. Berbagai teori turut mempengaruhinya. Tidak mengherankan, kalau karenanya timbul berbagai aliran dalam pedagogik (Djumhur, 1976 : 76).
Guru pada abad 21 dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Susanto (2010 : http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :
1.      Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2.      Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna (konsep).
3.      Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4.      Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5.      Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai kemampuan.
6.      Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7.      Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas
Lebih lanjut, Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html) menambahkan tantangan guru di Abad 21 yaitu:
1.      Pendidikan yang berfokus pada character building
2.      Pendidikan yang peduli perubahan iklim
3.      Enterprenual mindset
4.      Membangun learning community
5.      Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak (hard skills- soft skills).
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid (Djumhur, 1976 : 77).
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi: Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual (Barnawi, 2012 : 125). Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik (Barnawi, 2012 : 137). Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Merancang pembelajaran yang mendidik. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Kompetensi  kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi: Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik. Mengevaluasi kinerja sendiri. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi Sosial
Dalam kompetensi ini seorang guru harus mampu : Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskrimintif, karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, simpatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik indonesia. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain (Wahyudi, 2012 : 36). Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas, menurut Supratno, (2010 : http://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-guru-sebagai-tenaga.html), memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut. : Memiliki wawasan global holistik. Memiliki daya ramal ke depan. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi. Memiliki kemampuan bermasyarakat. Menguasai IPTEK. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan. Memiliki akhlakul karimah. Memiliki  keteladanan. Bekerja secara efisien dan efektif. Menguasai bahasa asing.
Kekayaan bangsa kita adalah hasil dari kualitas otak penduduknya kreafitas dan keterampilannya. Dengan perkataan lain, aset terbaik kita adalah kemampuan kolektif kita untuk belajar cepat dan beradaptasi secara cerdas dan terhadap situasi yang tidak bisa diramalkan. Namun demikian, saat ini sistem sekolah kita masih memfokuskan perhatiannya pada bagaimana memutuskan apa yang harus dipelajari anak-anak dan bagaimana mereka harus  berpikir. pada masa yang berubah sangat cepat sekarang ini, yang harus menjadi prioritas utama kita adalah mengajar anak-anak kita bagaimana cara belajar dan cara berfikir. Hanya dengan dua” keterampilan super” inilah dapat mengatasi perubahan dan kompleksitas serta menjadi manusia yang secara ekonomi tak tergantung dan tidak akan menganggur pada abad ke-21 (Rose, 2003 : 13).
Menurut Neil Postman, melihat kenyataan banyaknya persoalan pendidikan yang sangat menykitkan dan menyedihkan. Dan menurut postman, pembahuruan pendidikan bisa dilakukan jika kita mengetahui bagaimana seharusnya menyekolahkan kaum muda (Potman, 2001 : 20).
Disadari ataupun tidak, kirah Pendidikan Nilai di Indonesia ini masih belum banyak menyentuh pemberdayaan dan pencerahan kesadaran global. Persoalan global pendidikan yang masih terpakau pada kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah dituntaskan.

B.     PERANAN GURU ABAD KE-21
Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan. Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO (Commission on Education for the “21” Century), merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan pendidikan : Pertama learning to know, yaitu memuat bagaimana pelajar mampu menggali informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri, Kedua, learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu mengenali dirinya sendiri, serta mampu beradaptasi dengan ligkungannya, Ketiga, learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan sainstek, dan Keempat, learning to live together, yaitu memuat bagaimana kita hidup di masyarakat yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga mampu bersaing secara sehat dan berkerja sama serta menghargai orang lain. (Trianto, 2009 : 5)
Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif. Dan seharusnya kita tidak selalu berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi yang kita pikirkan adalah hendaknya memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik untuk di masa yang akan datang. Untuk mengatasi konsep pendidikan di masa lalu yang dianggap kurang inovatif bagi kemajuan prestasi belajar peserta didik, maka pada Abad ke-21 ini, telah dilakukan terobasan-terobosan baru, yaitu kaitannya dengan adanya model-model pembelajaran modern. Dengan demikian, proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. (Trianto, 2009 : 7-9)
1.      Guru tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai proses. Dia harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of knowing. Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai epistimologi dari disiplin ilmu tersebut.
2.      Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional, maupun perkembangan moralnya.
3.      Guru harus memahami pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai disiplin ilmu
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)
Di pandang dari segi diri pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Seniman dalam hubungan antarmanusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antarmanusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu membentuk atau menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik. Febryani (2012 : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html)

C.     KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN DAN KEPENDIDIKAN ABAD KE-21
Pendidikan merupakan salah satu sarana modernisasi kehidupan masyarakat. Maka dari itu pemerintah memberikan perhatian pada bidang pendidikan. Setiap tahun pemerintah selalu kecil menyiapkan sejumlah anggaran untuk pembangunan, pembinaan, dan pegembangan bidang pendidikan, khususnya dibidang pendidikan formal dan non formal. Besar  kecilnya alokasi anggaran untuk bidang pendidikan selalu disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan pemerintah sebagai slah satu komponen penyelengara pendidikan. Lahamuddin (2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Di dalam abad 21 ini, pemerintah harus meningkatkann pendidikan dengan mengetahui seberapa banyak pendidikan formal yang dibutuhkan dan bagaimana perbandingan yang ideal antara jumlah pendidikan tingkat dasar, menengah dan pendidikan tinggi serta jenis sekolah umum dan sekolah kejuruan. 
Yang dimaksud dengan seberapa banyak pendidikan formal yang dibutuhkan menyangkut masalah jumlah sekolah diberbagai tingkat dan jenis pendidikan dikaitkan dengan dana yang tersedia dalam anggaran blanja pemerintah untuk bidang pendidikan. Tujuannya agar dana itu dapat dipergunakan secara efesien dan efektif dalam upaya meingkatkan kecerdasan hidup bangsa.
Dalam buku Konvensi Nasional Pendidikan (1994 : 1-5) Lain daripada itu kiranya perlu dipirkan suatu kebijaksanaan tentang perbandingan yang ideal anatara berapa jumlah SD, jumlah sekolah menengah dan jumlahPerguruan Tinggi. Hal ini dimaksudkan agar out put dari masing-masing tingkat pendidikan itu diperhitungkan. Selanjutnya kita prlu memberikan perhatin pada pendidikan tinggi, yang termasuk dalam lingkup pendidikan tinggi adalah : Universitas, Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi. Penyelengara pendidikan tinggi adalah pemerintah dan badan lembaga swasta. Disamping 45 Universitas Negeri yang terbesar disleuruh wilayah tanah air, juga terdapat sekitar 1.000 lebih Univrsitas, Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi yang dikelola oleh badan-badan swasta. Lahamuddin (2011 : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/)
Bila kita teliti mulai dari masyarakat dan kebudayaan yang sederhana, maka lembaga-lembaga pendidikan itu  meliputi :
1.      Keluarga atau rumah tangga atau orang tua, sebagaimana wujud kehidupan sosial yang asasai, sebagai unit kehidupan bersama manusia yang terkecil. Keluarga, adalah lembaga kehidupan yang asasi dan alamiah, yang pasti secara alamiah dialami oleh kehidupan seorang manusia.
2.      Masyarakat, yakni lingkungan sosial yang ada di sekitar keluarga itu : kampung, desa, marga ataupun pulau.
Akhirnya seiring berjalannya perkembangan kebudayaan manusia, kedua lembaga ini mengalami perubahan, menjadi tiga yaitu : lembaga keluarga, lembaga sekolah, dan lembaga masyarakat. Berdasarkan realitas dan peranan ketiga lembaga ini, maka para ahli pendidikan Indonesia Dr. Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga ini sebagai tripusat pendidikan. Artinya, ketiga lembaga tersebut sangat bertanggung jawab bagi generasi mudanya. Kemudian asas ini dijadikan kebijakan negara kita yang termuat dalam GBHN tahun 1978 yang menetapkan prinsip pendidikan. Yang berbunyi :“ Pendidikan  berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan  rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah “ ( Syam, 1981 : 12-14).
Pada hampir semua institusi sekolah di manca negara, upaya ke arah perbaikan mutu pembelajaran itu terus dilakukan, antara lain dengan mentransfer pengalaman disektor proses fabrikasi ke dalam prilaku pengajaran dan pembelajaran. Sebagai sebuah paradigma, aplikasi proses fabrikasi dalam kegiatan pembelajaran setidaknya memiliki 4 ciri, yaitu : Prinsip-prinsip pendidikan harus independen dan menekankan pada pembelajaran aktual. Independen mengandung makna bahwa guru dan anak didik harus bebas dari tekanan eksternal, yang dapat mengganggu kreativitas mereka. Proses pembelajaran dijalankan (undertaken) dengan menerapkan pola-pola konkrit, dalam makna mengedepankan mereka untuk tahu. Jumlah sesi pengajaran perlu dialokasikan sebangak mungkin untuk mendorong prinsip-prinsip konsistensi pengajaran aktual. Perolehan pembelajaran harus diuji di masyarakat yang bermutu dengan pola fabrikasi diatas menuntut hukuman kemampuan manajemen pendidikan sebagai pilar utamanya (Danim, 2003 : 55).

DAFTAR PUSATAKA
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika & Profesi Kependidikan. Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA
Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
Djumhur, 1976. Buku Pelajaran Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu
Hamzah, 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Konvensi Nasional Pendidikan. 1994. Kurikulum Untuk Abad 21. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasi Nilai-Nilai Pendidikan. Bandung : Alfabeta CV
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung : Rosda
Nurdin, Syafrudin. 2002. Guru Berprofesional Dan  Implementasi. Jakarta : Ciputat Pers
Nurdin, syarifuddin. 2002. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta : Ciputat Press
Potman, Neil. 2001. Matinya Pendidikan Redefinisi Nilai-Nilai Sekolah. Yogyakarta : Jendela
Prawirdilangga, Dewi Salma. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Rose, Colin. 2003. Accelerated Learning. Bandung : Yayasan Nuansa Cendekia
Said, Mohamad. 1989. Masalah Pendidikan Nasional. Jakarta : CV HAJI MASAGUNG
Saondi, Ondi. 2012. Etika Profesi Keguruan. Bandung : PT Refika Aditama
Siagian, Sondang. 2004. Manajemen Abad 21. Jakarta : Bumi Aksara
Supriyadi Dedi, 1999. Mengangkat Citra Dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Syam, M. Noor, dkk. 1981. Pengantar Dasar-Desar Pendidkan. Surabaya : Usaha Nasional
Trianto. 2009.  Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Predana Media Group
Wahyudi, Imam. 2012. Mengejar Profesionalisme Guru. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Yamin, Martinis. 2007. Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia. Jakarta : Gaung Persada Press
Anonim (2012) Tantangan Profesi Guru Di Era Globalisasi. (Tersedia) : http://nash-ilakes.blogspot.com/2011/11/memprediksi-tantangan-guru-pada-abad-21.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
Supratno, Haris (2010) Tantangan Guru Sebagai Tenaga Profesional. (Tersedia) : http://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-guru-sebagai-tenaga.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
Febryani, Yoeyhan (2012) Guru Abad 21. (Tersedia) : http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-21.html, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
Lahamuddin, Basri (2011) Guru Abad ke-21. (Tersedia) : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/), Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.
Sutamto (2010) Tantangan Guru pada Abad Ke-21. (Tersedia) : http://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/, Diakses pada tanggal 17 Februari 2012, Pukul : 14 : 00 WIB.

1 komentar: